Nabi Adam AS dikenal sebagai manusia pertama dan bapak dari seluruh umat manusia. Ia diciptakan oleh Allah SWT dan awalnya ditempatkan di surga. Namun karena sebuah pelanggaran, beliau akhirnya diturunkan ke bumi—sebuah peristiwa yang kemudian menjadi titik awal kehidupan manusia di dunia.
Menariknya, dalam sebuah riwayat sahih, peristiwa ini menjadi bahan perdebatan antara Nabi Adam AS dan Nabi Musa AS, dua nabi agung yang diberi keistimewaan oleh Allah.
Nabi Musa Bertanya: Mengapa Manusia Harus Menanggung Akibatnya?
Suatu ketika, Nabi Musa AS mengungkapkan keprihatinannya tentang kehidupan manusia yang penuh kesulitan di dunia. Ia mengutip firman Allah dalam Al-Balad ayat 4:
“Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan manusia dalam keadaan susah payah.”
Menurut Nabi Musa, semua penderitaan manusia bermula dari kesalahan Nabi Adam ketika melanggar perintah Allah di surga. Dalam riwayat yang dikutip Ibnu Katsir, Nabi Musa dengan terus terang berkata, “Wahai Adam, engkau yang menyebabkan manusia diturunkan dari surga karena kesalahanmu sendiri.”
Nabi Adam Menjawab dengan Takdir
Mendengar hal itu, Nabi Adam AS tak tinggal diam. Ia menjawab dengan tenang, menunjukkan pemahamannya tentang takdir.
“Wahai Musa, engkau adalah nabi yang Allah muliakan dengan risalah dan kalam-Nya. Engkau mencelaku atas sesuatu yang sudah ditetapkan oleh Allah sebelum aku diciptakan?”
Nabi Adam pun mengingatkan bahwa dalam Taurat, kitab yang dibawa oleh Nabi Musa, tertulis bahwa Adam memang akan melakukan kesalahan itu.
“Apakah engkau temukan dalam Taurat ayat yang menyebutkan: ‘Dan durhakalah Adam kepada Tuhannya, maka ia tersesat?’” tanya Adam.
Nabi Musa menjawab, “Ya.”
“Jika begitu,” tegas Nabi Adam, “mengapa engkau menyalahkanku atas sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah 40 tahun sebelum aku diciptakan?”
Pelajaran dari Perdebatan Dua Nabi
Hadis riwayat Bukhari dan Muslim menyebut bahwa dalam perdebatan tersebut, Nabi Adam memenangkan argumen. Bukan karena beliau tidak bersalah, tetapi karena menunjukkan bahwa peristiwa yang ia alami merupakan bagian dari ketetapan Allah.
Perdebatan ini menyiratkan bahwa takdir dan tanggung jawab berjalan berdampingan. Manusia memang berada di bawah kehendak Allah, namun tetap memikul tanggung jawab atas perbuatannya.
Refleksi bagi Kita
Kisah ini bukan sekadar perdebatan sejarah, tapi pelajaran mendalam tentang bagaimana kita memahami kehidupan. Dunia memang penuh ujian dan penderitaan, tapi semua itu telah ditentukan dengan hikmah yang sempurna.
Kita tidak bisa menolak takdir, tetapi kita bisa memilih bagaimana menyikapinya: dengan sabar, ikhlas, dan terus berusaha menjadi lebih baik.
Wallahu a’lam.