Turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW di Gua Hira merupakan salah satu peristiwa paling penting dalam sejarah Islam. Momen ini tidak hanya menjadi awal dari kenabian beliau, tetapi juga menjadi titik balik besar bagi umat manusia.
Tanda-Tanda Sebelum Wahyu Turun
Menjelang usia 40 tahun, Nabi Muhammad SAW mulai mengalami mimpi-mimpi yang nyata dan selalu menjadi kenyataan. Dalam istilah Islam, ini disebut ru’yah shadiqah. Mimpi-mimpi itu seakan menjadi pertanda akan datangnya kebenaran dan sebuah misi besar dari Allah SWT.
Beliau kemudian semakin sering menyendiri untuk merenung dan beribadah. Aktivitas ini dikenal dengan tahannuts. Nabi Muhammad SAW menjauh dari hiruk-pikuk kota Makkah dan memilih menyepi di Gua Hira, yang terletak di Jabal Nur, sekitar 5,7 km dari pusat kota. Di sana, beliau menghabiskan malam-malam dalam keheningan, memperdalam pencarian spiritualnya.
Momen Turunnya Wahyu Pertama
Pada suatu malam di bulan Ramadan, saat beliau sedang beribadah di Gua Hira, datanglah Malaikat Jibril dengan membawa wahyu dari Allah SWT. Jibril berkata, “Iqra’!” (Bacalah!). Nabi Muhammad SAW, yang tidak bisa membaca, menjawab, “Aku tidak bisa membaca.”
Perintah itu diulang hingga tiga kali, dan setiap kali Jibril memeluk beliau dengan erat. Hingga akhirnya, lima ayat pertama dari Surah Al-‘Alaq diturunkan:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan…” (QS. Al-‘Alaq: 1–5)
Ayat-ayat ini menandai dimulainya tugas kerasulan beliau sebagai pembawa risalah Islam kepada umat manusia.
Reaksi Nabi dan Dukungan Khadijah
Sepulangnya dari gua, Nabi Muhammad SAW merasa sangat ketakutan dan gemetar. Ia berkata kepada istrinya, “Selimuti aku, selimuti aku!” Khadijah dengan penuh kasih menyelimutinya dan mendengarkan dengan tenang cerita suaminya.
Dengan keyakinan penuh, Khadijah menenangkan hati beliau: “Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu. Engkau orang yang menjaga silaturahim, membantu yang lemah, menolong orang miskin, dan selalu membela kebenaran.”
Khadijah kemudian membawa beliau kepada sepupunya, Waraqah bin Naufal, seorang Nasrani yang saleh dan berilmu. Setelah mendengar kisah Nabi, Waraqah berkata, “Itu adalah Namus (Malaikat Jibril) yang juga turun kepada Musa. Sungguh, engkau akan diusir oleh kaummu.”
Nabi terkejut, tetapi Waraqah menegaskan, “Setiap yang membawa risalah seperti ini pasti akan dimusuhi. Jika aku masih hidup saat itu, aku akan mendukungmu sekuat tenaga.”
Awal Perjalanan Risalah Islam
Sejak saat itu, wahyu dari Allah SWT terus turun secara bertahap, membimbing Nabi Muhammad SAW dalam menyampaikan ajaran Islam kepada umat manusia, membentuk dasar peradaban yang bermoral, adil, dan penuh cahaya.
Wallahu a’lam.