Dalam ajaran Islam, nyawa manusia memiliki kedudukan yang sangat mulia. Membunuh seseorang tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat adalah salah satu dosa terbesar, bahkan termasuk dalam kategori dosa besar setelah menyekutukan Allah (syirik). Al-Qur’an dan hadits Nabi Muhammad SAW secara tegas memperingatkan kerasnya hukuman bagi pelaku pembunuhan.
Membunuh: Dosa Besar Setelah Syirik
Rasulullah SAW dalam banyak riwayat menyampaikan bahwa dosa terbesar setelah syirik adalah membunuh jiwa yang tidak bersalah. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik RA, Rasulullah SAW bersabda:
“Dosa yang paling besar adalah menyekutukan Allah, membunuh jiwa, durhaka kepada orang tua, dan berkata dusta.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam versi lain disebutkan, Nabi menambahkan “bersaksi palsu” sebagai salah satu dosa besar yang sangat dibenci oleh Allah.
Membunuh: Perbuatan yang Disukai Iblis
Riwayat dari Abu Musa Al-Asy’ary menyebutkan bahwa Iblis sangat menyukai tindakan pembunuhan. Dalam kitab Laqtul Marjan fi Ahkamil Jan karya Imam As-Suyuthi, dijelaskan bahwa Iblis akan memakaikan mahkota kepada setan yang berhasil menggoda manusia hingga melakukan pembunuhan. Ini menunjukkan bahwa perbuatan ini adalah bentuk kesesatan yang paling disukai oleh musuh utama manusia.
Ancaman Bagi Pembunuh dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an memberikan peringatan yang sangat keras kepada siapa saja yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja. Dalam Surah An-Nisa ayat 93, Allah SWT berfirman:
“Dan barang siapa membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka Jahanam, kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, melaknatnya, dan menyediakan baginya azab yang besar.” (QS An-Nisa: 93)
Menurut tafsir Ibnu Katsir, ayat ini menunjukkan bahwa pembunuhan terhadap seorang mukmin akan dibalas dengan siksaan kekal di neraka, disertai murka dan laknat dari Allah. Ibnu Abbas juga meriwayatkan bahwa ayat ini termasuk dalam peringatan paling keras bagi para pelaku kejahatan berat.
Dosa Tergantung Siapa yang Dibunuh
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam kitab Al-Jawabul Kafi menjelaskan bahwa tingkat dosa pembunuhan bisa semakin berat tergantung pada siapa korban pembunuhan tersebut. Membunuh seorang nabi, pemimpin yang adil, atau ulama memiliki konsekuensi yang lebih besar di akhirat karena mereka adalah orang-orang yang sangat dimuliakan dalam Islam.
Satu Nyawa = Seluruh Umat Manusia
Allah SWT juga menyampaikan perumpamaan yang sangat kuat dalam Surah Al-Maidah ayat 32:
“Barang siapa membunuh seorang manusia bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh seluruh manusia. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seseorang, maka seakan-akan ia telah memelihara kehidupan seluruh manusia.” (QS Al-Maidah: 32)
Menurut Tafsir Kementerian Agama RI, ayat ini menggarisbawahi pentingnya menjaga nyawa dan menjauhi perbuatan membunuh, kecuali dalam kondisi yang telah ditetapkan oleh hukum Islam, seperti qishash (hukuman setimpal) atau untuk menghentikan kejahatan besar.
Yusuf Qardhawi dalam kitab Fiqih Jihad juga menegaskan bahwa tindakan seperti ini hanya dibenarkan dalam batas-batas hukum syar’i yang jelas dan terukur, bukan karena nafsu, kebencian, atau dendam pribadi.
Kesimpulan
Islam menempatkan kehidupan manusia sebagai sesuatu yang sangat berharga. Membunuh tanpa hak adalah dosa besar yang mengundang murka dan azab Allah. Hukumannya tidak hanya di dunia, tetapi juga sangat berat di akhirat kelak. Oleh karena itu, setiap Muslim wajib menjaga diri dari perbuatan ini dan menjunjung tinggi nilai kehidupan serta keadilan sesuai dengan syariat.
Wallahu a’lam.