Dalam ajaran Islam, menjaga makanan yang masuk ke dalam tubuh merupakan bagian penting dari ketaatan seorang muslim. Allah SWT dengan tegas melarang umat-Nya untuk memakan makanan yang diharamkan, sebagaimana termuat dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 173. Ayat ini menyebutkan dengan jelas bahwa bangkai, darah, daging babi, dan hewan yang disembelih bukan atas nama Allah termasuk makanan yang haram dikonsumsi.

Namun, bagaimana jika seseorang tak sengaja memakan makanan haram, atau bahkan terpaksa dalam kondisi darurat?

Kondisi Tak Sengaja atau Terpaksa: Tidak Berdosa

Islam adalah agama yang memudahkan dan penuh rahmat. Dalam situasi tidak tahu atau terpaksa, seseorang tidak dikenai dosa karena Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Hal ini ditegaskan juga dalam penjelasan Ustaz Drs. H. Bagenda Ali M.M. dalam bukunya 50 Masalah Agama Bagi Muslim Bali. Ia menyebutkan bahwa jika seseorang memakan makanan haram tanpa mengetahui keharamannya, cukup membersihkan sisa makanan dari mulut dan tangan dengan air, tanpa harus melakukan ritual khusus.

Jika kejadian itu terjadi sudah lama, tidak ada kewajiban pembersihan khusus—yang lebih penting adalah kewaspadaan agar kejadian tersebut tidak terulang kembali.

Pendapat Ulama: Perlukah Pembersihan Khusus?

Berbeda dengan pandangan mayoritas, ulama fiqih dari mazhab Syafi’i, seperti Ibnu Hajar al-Haitami, berpendapat bahwa jika seseorang mengonsumsi najis berat seperti daging babi atau anjing, maka bagian mulut perlu dibersihkan sebanyak tujuh kali, dan salah satunya harus dengan campuran debu, sebagaimana ketentuan menyucikan najis mughallazah.

Namun, untuk najis dari sisa makanan haram yang tidak tergolong berat, cukup dibersihkan seperti biasa tanpa prosedur khusus.

Dampak Spiritual Makanan Haram

Mengonsumsi makanan haram bukan hanya berdampak pada fisik, tapi juga spiritual. Dalam berbagai literatur fikih, seperti Fikih Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII, dijelaskan bahwa makanan haram dapat menjadi penghalang terkabulnya doa dan diterimanya amal. Rasulullah SAW sendiri mengingatkan dalam hadits riwayat Muslim bahwa Allah hanya menerima yang baik dan halal, baik dari makanan maupun amal perbuatan.

Bertobat: Langkah Utama Menyucikan Diri

Menurut Buya Yahya, ulama ternama asal Cirebon, cara utama menyucikan diri setelah mengonsumsi makanan haram—baik secara sengaja atau tidak—adalah dengan bertobat kepada Allah SWT. Dalam ceramahnya di kanal Al-Bahjah TV, Buya Yahya menyebut bahwa dosa dari makanan haram bersifat maknawi. Artinya, jika seseorang menyesal dan bertobat dengan sungguh-sungguh, maka Allah akan mengampuni dosanya.

“Kalau sudah tobat, itu selesai. Tidak dihitung lagi sebagai dosa. Tak perlu gelisah,” ujar Buya Yahya. Ia juga menegaskan bahwa jika seseorang menyadari makanan yang ia makan ternyata haram, tidak perlu sampai dimuntahkan, karena dosa terangkat melalui tobat, bukan tindakan fisik.

Kesimpulan: Hati-Hati, tapi Jangan Panik

Islam mengajarkan kehati-hatian dalam setiap aspek kehidupan, termasuk soal makanan. Namun, jika seseorang tak sengaja melanggar atau terpaksa dalam keadaan sulit, tidak perlu panik. Bersihkan bagian tubuh yang terkena, dan yang paling penting, bersihkan hati dengan tobat.

Allah SWT senantiasa membuka pintu ampunan bagi siapa pun yang ingin kembali pada-Nya dengan ikhlas.